PANGKALPINANG, iNews.id - Sekeluarga dengan enam orang anggota keluarga tinggal di rumah tak layak huni di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Mirisnya, rumah tersebut sudah tiga kali roboh dan dibiarkan begitu saja karena keterbatasan biaya.
Keluarga ini tinggal tepat di Jalan Tenggiri Nomor 13 Kelurahan Ketapang, Kecamatan Pangkalbalam, Kota Pangkalpinang. Mukmin (65) nama kepala keluarga ini. Dia tinggal bersama istrinya Mardullah (46) dan empat orang anaknya yang masih usia sekolah.
Mukmin menceritakan, dia bersama keluarganya sudah menempati rumah tersebut lebih dari 15 tahun. Berbagai cerita manis, pahit dan penuh kenangan mereka lalui bersama di rumah itu.
Namun, dua minggu lalu rumah yang terbuat dari kayu tersebut tiba-tiba roboh. Peristiwa itu terjadi ketika dirinya baru saja pulang melaut. Beruntung ia dan keluarganya tidak celaka.
"Saya baru saja pulang melaut, lihat rumah sudah roboh. Tiangnya kan dari kayu sedangkan air di sini asin, kemungkinannya tiangnya sudah rapuh hingga roboh," kata Mukmin, Selasa (22/6/2021).
Rumah keluarga ini memang berdampingan langsung dengan aliran sungai. Bahkan rumah itu sudah tiga kali roboh. Untuk memperbaikinya Mukmin mengaku tidak punya uang, apalagi kondisi seperti saat ini dengan penghasilan tak menentu.
"Dana untuk memperbaikinya itu gak ada, maklum lah keadaan nelayan. Kadang - kadang kalau nasib bagus ada lebih untuk makan dan nyekolahkan anak," ujarnya.
Tempat tinggal keluarga ini jauh dari layak. Bagian dapur beratapkan langit dengan dinding papan puing dari reruntuhan sedikit menempel dan lantai papan yang separuh keropos.
Di bagian tengah bangunan, sebagian atap masih mampu menahan dari terik matahari maupun hujan. Namun itu pun tak sepenuhnya, karena di beberapa sudut masih terlihat bolong.
Kendati demikian Mukmin bersama keluarganya tak punya pilihan. Mereka terpaksa tetap tinggal di sana tanpa mengeluh, meskipun tidak tersentuh bantuan dari pemerintah setempat.
"Alat rumah seperti baju dan lainnya diletakkan di bagian tengah rumah. Tidur itu ala kadarnya, kalau hujan kadang - kadang kehujanan. Sebab, atap sengnya itu bekas pemberian teman," ucap Mukmin.
Tak mau berpangku tangan dan berharap penuh bantuan pemerintah, Mukmin yang biasanya melaut kini menjadi kuli bangunan. Sementara sang istri menjadi pembantu rumah tangga tak jauh dari kediamannya.
"Sampai saat ini belum ada bantuan dari pemerintah. Ada dari warga di sekitar sini, ada yang kasih batu bata, semen dan atap. Selebihnya saya dapat dari sisa-sisa bangunan yang sudah roboh di tempat lain," katanya.
Sedangkan empat orang anaknya masih sangat belia. Satu baru saja selesai studi Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan paling kecil baru mau masuk Sekolah Dasar (SD) serta dua lainnya masih duduk di bangku SD.
Namun, pendidikan mereka terancam putus karena kodisi perekonomian keluarga yang tak memungkinkan.
Editor : Ikhsan Firmansyah
Artikel Terkait