Gerakan protes dan perjuangan Depati Amir sangat kuat, karena dia berhasil menggabungkan dua kelompok etnik yang berbeda. Dia tidak hanya memobilisasi warga Melayu, tetapi juga golongan Tionghoa yang menjadi kuli parit tambang. Perlawanan Depati Amir terhadap Belanda berlangsung dalam rentang 1830-1851.
Dalam melakukan perlawanan, Depati Amir dibantu adiknya Cing atau Hamzah sebagai panglima perang, serta sejumlah kerabatnya.
Pusat perlawanannya berada di Kampung Tjengal. Upaya pengorganisiran Depati Amir berhasil mendapatkan simpati dari sejumlah demang dan batin, sehingga perlawanan berlangsung sengit di sepanjang pantai timur Bangka.
Mulai dari Terentang, Ampang, Toboali, Jebus, dan Sungailiat, semua bangkit berjuang bersama dengan Depati Amir.
Dia juga mendapatkan dukungan dari sejumlah komunitas Tionghoa, mulai dari Kepala Parit, seperti Parit Kampung Air Duren, Parit Serut, Parit Singli Bawah dan seorang Letnan Tionghoa di Merawang, hingga Tionghoa Muslim.
Dengan bantuan kelompok Tionghoa ini, Depati Amir mendapatkan pasokan senjata dari Singapura.
Editor : Reza Yunanto
Artikel Terkait